KEARIFAN MEMILIH SUARA MENYARING MAKNA

Menjadi seorang pemimpin berarti siap menjadi pusat perhatian, tempat bertemunya berbagai aspirasi, kritik, bahkan harapan yang datang dari segala sisi. Seperti sebuah magnet, posisi pemimpin menarik berbagai suara, baik yang membangun maupun yang justru mengaburkan arah. Dalam situasi seperti ini, kearifan untuk membedakan mana yang layak didengar dan mana yang perlu diabaikan menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki seorang pemimpin.

Menurut Goleman (2013) dalam bukunya Focus: The Hidden Driver of Excellence, kemampuan untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang esensial merupakan elemen kunci dalam kepemimpinan efektif. Goleman menekankan pentingnya “selective attention” atau perhatian selektif yaitu kemampuan untuk memilih mana informasi yang benar-benar relevan dengan visi dan tujuan organisasi.

Sejalan dengan itu, Heifetz dan Linsky (2017) dalam Leadership on the Line menyebutkan bahwa seorang pemimpin perlu membangun mekanisme internal untuk menyaring masukan. Mereka menyarankan pemimpin untuk “menjaga keseimbangan antara mendengarkan dan bertindak,” agar tidak terjebak dalam kebisingan opini yang bisa membingungkan arah pengambilan keputusan.

Penelitian terkini oleh Tourish (2020) dalam Management Studies juga menyoroti bahwa pemimpin yang tidak mampu menyaring informasi cenderung mengalami “decision fatigue” atau kelelahan dalam mengambil keputusan. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan kualitas kepemimpinan, bahkan memperlambat laju organisasi.

Sebagaimana terlihat dalam foto di atas, sebuah pelabuhan kecil di pesisir, di mana kapal-kapal bersandar, saling berdampingan namun tetap menjaga jarak agar tetap bisa leluasa menjalankan tugasnya masing-masing. Begitulah idealnya seorang pemimpin bersikap. Tidak semua suara perlu didengarkan secara mendalam. Ada kalanya kebijaksanaan muncul dari kemampuan untuk menyaring, menunda, bahkan mengabaikan hal-hal yang kurang relevan demi kebaikan bersama.

Pemimpin yang arif adalah mereka yang sadar bahwa mendengarkan itu penting, namun memilah adalah keharusan. Seperti yang dikatakan oleh Covey (2020) dalam The 7 Habits of Highly Effective People, “Seek first to understand, then to be understood.” Namun setelah memahami, pemimpin juga harus mampu menentukan, mana yang menjadi prioritas untuk direspon, dan mana yang cukup untuk dicatat.

Dalam dunia yang penuh hiruk-pikuk, pemimpin sejati bukanlah mereka yang mampu mendengar semua suara, melainkan yang mampu memilah dan menyaring mana suara yang harus direspon, dan mana yang perlu diabaikan. Inilah salah satu bentuk kearifan dalam kepemimpinan. Kemampuan yang semakin dibutuhkan di era yang serba cepat dan penuh distraksi ini.

Referensi

  1. Goleman, D. (2013). Focus: The Hidden Driver of Excellence. Harper.
  2. Heifetz, R. A., & Linsky, M. (2017). Leadership on the Line: Staying Alive Through the Dangers of Change. Harvard Business Review Press.
  3. Tourish, D. (2020). “Introduction to the Special Issue: Decision Making and Leadership Fatigue,” Management Studies Journal, 57(2), 234-242.
  4. Covey, S. R. (2020). The 7 Habits of Highly Effective People. Simon & Schuster.