CITA-CITA (POV MONYET)

Suatu siang yang terik, aku mengajak si bungsu “momo” menghabiskan waktu bermain ke sekitar jembatan. Meskipun jembatan ini dibangun oleh manusia, tak terlalu banyak aktifitas manusia hari ini, sebagaimana jembatan-jembatan lain di sekitar Tembilahan yang lazim digunakan sebagai tempat jualan atau bongkar muat pompong. Apalagi di tengah siang terik seperti ini. Beruntungnya kami, jembatan ini dipenuhi rimbun pohon sehingga kami bisa leluasa bermain di sini.

“Mak, lapar, mau makan” pinta si momo padaku

“Sabar ya nak, dari tadi juga emak lagi cari-cari ni, mana tau ada buah-buahan, kacang atau apapun yang bisa kita makan yang dibuang manusia” ujarku, sambil tetap menajamkan mata ke sudut-sudut jembatan dan jalan di sekitarnya. Dari pagi memang momo belum makan, selain hanya sepotong ubi kayu yang kami temukan menjelang perjalanan ke jembatan ini. Tak hanya momo sebenarnya yang lapar. Aku pun lapar, makanan terakhir yang kami dapatkan kemaren sore, habis dimakan oleh anak-anak. Aku tak tega menyela mereka.

“Mak, ada manusia, mak. Dia melihat ke arah kita mak. Takut mak” teriak momo ketakutan sambil melihat kedatangan seorang perempuan dengan sepeda motor.

“Tenang, kayaknya ni kakak ndak jahat. Sepertinya orang baik. Kamu tenang aja nak. ” seruku menenangkan si bungsu yang agak ketakutan. Si bungsu memang agak jarang kubawa pergi ke tempat-tempat yang banyak manusianya. Tak lama kemudian kakak yang menatap kami itu mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Sepertinya itu yang disebut manusia dengan ponsel pintar. Dia mengarahkan ponselnya kepada kami beberapa saat sambilĀ  tersenyum kepada kami. Setelah itu dia meletakkan bungkusan di sisi jembatan. Dia berlalu pergi meninggalkan kami.

“Mak, aku lihat ya?” teriak sulung mengagetkanku

“Iya nak” ujarku sambil melihat momo yang sudah berlari mendekati bungkusan itu

“Makanan mak, ubi mak, aku makan ya” teriaknya dari jauh seraya langsung mengunyahnya.

Akupun mendekat ke momo, makan bersama dia. “Sisakan buat kakak ya, nak” pesanku kepada momo.

“Iya mak, nanti kusisakan 4 potong. Ada banyak ni mak” sahutnya sambil melanjutkan mengunyah makanan.

“Manusia kok punya banyak makanan ya mak, sementara kita tidak” tanya momo kepadaku

“Hmmh, emak juga ndak tahu” jawabku sekenanya menghadapi pertanyaan anak baru tumbuh seperti momo yang selalu punya pertanyaaan unit setiap harinya.

“Andaikan bisa setiap hari ada banyak makanan seperti ini ya, mak. Nanti kalau besar aku ingin punya motor kayak kakak yang tadi ya mak?” lirih momo sembari merapikan bungkus makanan untuk dibawa pulang.

“Yuk kita pulang, kakakmu sudah menunggu di rumah” ajakku sambil menggandeng tangannya untuk kembali ke rumah. Si sulung sudah 2 hari ini sakit sehingga tak bisa ikut mencari makan bersama kami.