Di Negara berpenduduk mayoritas muslim seperti indonesia, kubah bukan lagi pemandangan yang jarang ditemui. Kubah dan masjid seolah 2 hal yang tak terpisahkan dalam konteks Masjid di Indonesia khususnya.
Sejak abad ketujuh, kubah hampir selalu disertakan dalam pembangunan masjid. Meskipun banyak orang mengidentikan kubah dengan budaya Islam, namun nyatanya, bentuk kubah bukanlah berasal dari peredaban Islam. Jauh sebelum kelahiran Rasulullah SAW, kubah sudah menjadi model arsitektur populer di wilayah Mediterania yang dikelilingi Benua Eropa, Afrika, dan Asia. Di zaman itu orang mengenal kubah sebagai istilah “dome”.
Salah satu bangunan lama yang menggunakan atap “dome” adalah Pantheon yang terletak di Roma. Bangunan ini dibuat pada Abad ke-2 Masehi. Konstruksi ini pun terus berkembang hingga era Kekaisaran Byzantium di abad ke-4.
Istilah kubah, yang juga populer di Indonesia untuk menyebut bangunan berbentuk setengah bentuk bola itu, berasal dari bahasa Suriah, qubba, dan mulai dipopulerkan di Zaman Dinasti Umayyah. Salah satu Masjid berkubah pertama dalam sejarah Islam dibangun di Yerussalem, Palestina antara 685 Masehi hingga 691 Masehi oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Dinasti Umayyah.
Di Indonesia sebagai Negara berpenduduk muslim terbesar di Dunia pun, Masjid dengan kubah yang megah begitu mudah ditemui di berbagai pelosok kota maupun desa dengan berbagai jenis bahan konstruksi, mulai dari yang menggunakan sejenis logam maupun beton.
Meskipun begitu, tak semua masjid dibangun dengan kubah. Kita mengenal Masjid Raya Sumbar yang dibangun tanpa kubah. Ketua Harian Masjid Raya Sumbar, Yulius Said menjelaskan, atap masjid tidak seperti rumah bagonjong dan tanduk kerbau. Tetapi menggambarkan bentuk bentangan kain (sapu tangan segi empat) yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad. Di Bandung kita mengenal Masjid Al-Irsyad yang juga dibangun tanpa kubah.