
Air tak bisa dipisahkan dari perkembangan peradaban manusia. Kebutuhan primer manusia adalah pangan, sandang dan papan. Eksistensi ketiganya tak bisa dilepaskan dari peran air. Tanaman penghasil pangan akan tumbuh di tempat yang memiliki kecukupan air. Bahan baku sandang dan Pohon sebagai bahan baku papan akan tumbuh di tempat dimana tanah dan air mencukupi. Khusus di Inhil yang didominasi rawa dan gambut, keberadaan kayu-kayu dari ekosistem mangrove seperti kayu bakau sangat dibutuhkan dalam membangun rumah dan bangunan lainnya.
Sungai merupakan salah satu bentang alam penyedia sumber daya air yang paling mudah diakses dan sangat banyak jumlahnya terutama di Inhil yang didominasi keberadaan sungai dan parit. Masyarakat yang bermukim di sini hadir sudah sejak lama bahkan sebelum era kemerdekaan yang saat itu tentu saja belum ada pengaturan mengenai penataan pemukiman apalagi rencana tata ruang. Mereka memulai kehidupan dari pinggir-pinggir sungai. Mereka juga membuat parit-parit untuk akses ke tempat-tempat baru yang agak jauh dari sungai.
Seiring bertambahnya waktu dan penduduk yang semakin banyak, parit dan sungai tak lagi mampu mendukung seluruh aktifitas manusia. Banyak problem muncul dari pemukiman di tepi sungai. Masalah persampahan, sanitasi, pendangkalan dan akhirnya menyebabkan pencemaran sungai dan genangan air di beberapa tempat.
Permasalahan seperti ini tentu saja tak hanya muncul di Inhil. Ia juga muncul di daerah-daerah lain yang bentang alamnya didominasi sungai seperti beberapa daerah di kalimantan yang memang secara geografis mirip dengan Inhil.
Regulasi terkait penataan lingkungan hidup termasuk di dalamnya mengenai pemukiman, tata ruang, kawasan hijau dan sebagainya semakin banyak dihasilkan. Isu Pembangunan Berkelanjutan menjadi semakin populer di tengah ancaman terdegradasinya daya dukung lingkungan hidup terhadap peradaban manusia. Tetapi eksekusi regulasi-regulasi tersebut tidaklah mudah dan tentu saja perlu waktu yang lama.